Selasa, 25 Juni 2013

Jauhilah Perdebatan !!!


Pertengkaran atau perdebatan adalah salah satu (diantara banyaknya) penyebab gagalnya dakwah. Saat ini begitu banyaknya para Aktivis Dakwah yang menyukai perbuatan ini. Mereka tidak tahu -atau lebih tepatnya tidak mau tahu- bahwa pertengkaran atau perdebatan itu adalah tercela. Adapun jika diingatkan, maka mereka akan membantah dengan rasionalisasi yang dibuat-buat. Mereka akan berdalih dengan alasan bahwa 'debat merupakan sarana penguatan mental', padahal kenyataannya perdebatan justru hanya akan menimbulkan hal-hal buruk; kebencian, menyebabkan kerasnya hati, hilangnya wibawa dan jatuhnya harga diri, dan lemahnya persatuan (bercerai berai). Dan perdebatan tidak disebabkan kecuali oleh hal-hal atau niatan yang buruk; tidak mempedulikan etika dalam memberi nasehat,tidak mau kalah, lemahnya keinginan membentengi diri dengan al-Qur'an dan sunnah, dan ingin berbangga diri dan.

Rasulullah saw. Bersabda,
"Aku adalah pemimpin sebuah keluarga di tingkat bawah surga bagi orang yang meninggalkan pertengkaran, walaupun dia benar; sebuah keluarga di tengah-tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta, walaupun sebagai senda gurau; sebuah keluarga di puncak surga bai orang yang berakhlak baik."
(HR. Abu Daud)


Simaklah kisah berikut yang menggambarkan betapa bijaksana perbuatan seorang Murobbi (Syekh Hasan al-Banna) yang dengan akhlak dan pribadinya yang mulia dapat menghindari debat yang tidak bermanfaat.

***

Hasan al-Banna rahimahullah adalah seorang Ulama dengan begitu banyak keutamaan pada pribadinya. Ia senantiasa bersikap baik terhadap orang-orang yang menentang pendangannya, salah satunya adalah Dr. Thaha Husain yang memiliki pemikiran yang berseberangan dengannya. Walaupun begitu al-Banna memberikan penghargaan dan penghormatan kepada mereka yang tidak sejalan dengannya. Kondisi inilah yang menutup jalan pertengkaran dan perdebatan di antara mereka.

Pada saat itu, sebagian orang melaporkan kepada Hasan al-Banna bahwa Thaha Husain telah menerbitkan buku berjudul 'Masa Depan Kebudayaan di Mesir'. Lewat buku itu, Husain menegaskan pentingnya Mesir mengambil peradaban Barat, apakah itu peradaban baik maupun buruk, manis maunpun pahit. Peradaban yang telah melanda dunia. Pandangan para kritikus pun terbagi, ada yang mencela dan ada pula memujinya. Thaha Husain bersikeras menuangkan pandangan-pandagannya dalam buku tersebut agar dapat diterapkan. Saat itu dia berkedudukan sebagai penasihat Kementrian Kebudayaan.

Sejumlah sahabat Syekh Hasan al-Banna yang merasa iri meminta al-Banna menulis sebuah kritik terhadap buku Thaha Husain itu. Namun, al-Banna menyatakan bahwa dia belum membaca buku tersebut karena banyaknya kegiatan yang dilakukannya. Mereka medesak al-Banna segera membaca buku tersebut serta menjelaskan pendirian Ikhwanul Muslimin sebelum gagasan yang tertuang dalam buku itu benar-benar diterapkan. Diperkirakan, buku itu akan menimbulkan perubahan radikal dalam politik kebudayaan.

Para sahabat al-Banna memberitahukan kepadanya bahwa mereka telah menetapkan waktu untuk menjelaskan hal tersebut di Wisma Liga Pemuda Muslim. Mereka menyebarkan undangan. Waktu pelaksanaannya sekitar lima hari lagi.

Sehubungan dengan itu, syekh al-Banna menceritakan, "Aku tidak dapat membatalkan beberapa janji yang telah aku sepakati dengan pihak lain selama lima hari. Di samping itu, aku pun tidak punya waktu untuk membaca buku tersebut, kecuali pada saat aku naik trem pada pagi hari menuju sekolah, dan saat aku pulang dari sekolah (sebagai guru). Namun, Allah telah menetapkan ketentuan-Nya. Aku berhasil membaca buku tersebut dari awal sampai akhir karena tidak terlalu tebal. Aku memberi beberapa tanda pada alinea-alinea tertentu dengan pensil. Belum lagi lima hari, aku telah selesai membaca buku tersebut. Pada waktu yang telah ditetapkan, aku pergi ke Wisma Liga Pemuda. Kujumpai tempat itu lain dari biasanya. Di sana telah berkumpul para ilmuwan, sastrawan, dan pendidik. Aku berdiri di atas mimbar. Aku memulai dengan membaca hamdalah, shalawat, dan salam kepada Rasulullah. Di sampingku adalah Dr. Yahya ad-Dardiri, sekretaris umum Liga Pemuda Muslim. Aku dapat membayangkan seluruh isi buku dalam benakku berikut tanda-tanda yang telah kubuat dengan pensil.

Aku memulai dengan berkata, 'Sesungguhnya aku tidak akan mengkritik pendapat Thaha Husain dengan pandanganku sendiri, namun aku akan mengkritik sebagian pendapatnya dengan pendapatnya yang lain. Dengan kata lain, aku mengemukakan pernyataan-pernyataan dari buku Husain lalu mempertentangkannya dengan pernyataan lain yang terdapat pada buku itu.'

Setiap kali aku berkata, 'Dr. Thaha Husain mengatakan dalam bukunya halaman sekian…' Aku melanjutkan dengan membaca kalimat di dalam buku tersebut di luar kepala. Aku berkata, 'Dr. Thaha Husain menentang pendapatnya sendiri dengan mengatakan pada halaman sekian….' Lalu aku menyampaikan pernyataan yag menentang di luar kepala. Dr. ad-Dardiri mengkritik cara yang kugunakan ini dan memintaku menggunakan metode lain.

Kemudian buku itu disodorkan kepada ad-Dardiri. Akhirnya, dia menemukan bahwa ungkapan-ungkapan yang kusampaikan itu tidak ditambah dan tidak pula dikurangi satu huruf pun. Dia menemukan pernyataan-pernyataan tersebut pada halaman-halaman yang tepat sebagaimana yang kusebutkan. Dr. ad-Dardiri pun salah tingkah, demikian pula hadirin. Mereka tercengang dan bingung.

Akhirnya, Dr. ad-Dardiri mengakui, 'Pernyataan al-Banna sesuai dengan teks halaman di dalam buku tersebut.' Demikianlah, cara itu terus kulanjutkan hingga buku Husan selesai dibahas. Setelah acara berakhir, semua hadirin bangkit, didahului oleh Dr. ad-Dardiri. Dia memeluk dan menciumku.' "

Ketika Syekh Hasan al-Banna hendak pulang, Dr. ad-Dardiri memintanya menunggu sejenak karena ada yang akan dibicarakan secara rahasia. Dia mendekati Hasan al-Banna dan membisikkan sesuatu. Dr. ad-Dardiri berkata, "Setelah kami mempublikasikan materi ceramah Anda, Dr. Thaha Husain menghubungiku dan memintaku agar menyediakan forum khusus baginya di tempat ini." Maka mereka pun menyediakan forum tersebut. Dr. Husain menghadirinya dari awal sampai akhir. Kemudian dia ke luar tanpa diketahui oleh siapa pun.

Pada hari berikutnya, Dr. Thaha Husain meminta kepada salah seorang pegawai di Kementrian Kebudayaan -yang memiliki hubungan erat dengan Syekh Hasan al-Banna- untuk merancang sebuah pertemuan dengan Syekh Hasan al-Banna di suatu tempat tanpa diketahui oleh siapa pun. Syekh Hasan al-Banna menyetujuinya dan dia berpandangan bahwa pertemuan itu sebaiknya dilaksanakan di kantor Husain, yaitu di kantor Kementrian.

Dalam pertemuan itu, Dr. Thaha Husain berkata, "Hai Ustad Hasan, boleh jadi Anda tidak mengetahui bahwa aku pernah menghadiri ceramahmu. Aku ingin sekali menghadiri setiap ceramahmu dan menyimak setiap kalimat yang engkau lontarkan. Aku bersumpah, seandainya di forum Anda ada salah seorang pembesar Mesir, aku tidak akan mempedulikannya demi menyimak ceramahmu."

Syekh Hasan al-Banna menjawab, "Terima kasih." Kemudian ia menanyakan tanggapan Dr. Husain tentang topik-topik yang dikritiknya dari buku tersebut. Apakah dia hendak membantahnya?

Dr. Thaha Husain berkata, "Tidak ada satu pun dari pernyataan Anda yang hendak kubantah. Aku bersumpah, hai Ustad Hasan, andaikan musuh-musuhku itu orang-orang mulia seperti Anda, niscaya aku akan menundukkan kepala kepada mereka. Namun, sayangnya, mereka adalah orang-orang rendah. Mereka tidak memiliki prinsip apa pun dan tidak pula memiliki harga diri. Mereka adalah orang-orang al-Azhar. Mereka menduga bahwa dirinya dapat merubah namaku dari sejarah. Sekarang, Alhamdulillah, di tempat itu engkau telah 'memenggal leher' mereka, tetapi bukan dengan pedang. Alangkah inginnya aku bahwa musuhku itu seperti Hasan al-Banna. Jika demikian, niscaya kuulurkan tanganku kepada mereka sejak hari pertama."

(Sumber : Penyebab Gagalnya Dakwah, Jilid 2 - Dr. Sayyid M. Nuh)
***

Demikianlah keteladanan akhlak Syeikh Hasan al-Banna telah mengajarkan bagaimana seseorang menghargai dan menghormati orang lain, walaupun berbeda ide dan pandangan. Dan seharusnya memang seperti itulah sikap seorang aktivis dakwah. Ia dituntut untuk mampu mengendalikan diri dan melenyapkan ambisi ingin menonjolkan diri. Jika tidak, maka apa yang dikerjakan (berdebat) hanya akan melemahkan dakwahnya dan menghinakan dirinya. Semoga kita tidak termasuk kepada orang-orang yang menyangka bahwa mereka telah berbuat baik, namun di sisi Allah perbuatan mereka tidak lebih dari sebuah keburukan yang selalu diusahakan dan dibanggakan. Amiin...

-RM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar